Dari satu buku yang saya baca: sifat mahluk hidup adalah memiliki simetri dalam posisi keseimbangannya. Trus saya mulai nyoba ngamatin, kalo dilihat dari depan atau belakang, bentuk mahluk hidup yang bergerak bersifat simetri secara horisontal (sumbu simetri vertikal). Tapi secara vertikal, dari sudut pandang yang sama (depan/belakang) sifatnya justru berkebalikan.
Beberapa kali saya merhatiin, saat emosi saya sedang stabil, maka kedua bahu saya berada pada ketinggian yang sama. Simetri. Ketika emosi saya tidak berada pada kestabilan, misalnya: bosan, kedua pundak saya berada pada ketinggian yang berbeda. Non-simetri. Hal tadi nunjukin pengaruh emosi terhadap posisi (kesimetrisan) tubuh.
Lalu saya iseng2 nyoba melakukan pendekatan yang sebaliknya, yaitu posisi (kesimetrisan) tubuh yang mempengaruhi emosi. Ketika saya sedang ngerasa jenuh, dan saya nyadar bahwa kedua bahu saya atau posisi kaki saya tidak bersimetri, saya simetriskan seluruh posisi anggota tubuh saya, lalu saya lanjutin pikiran yang sebelumnya berkelana di pikiran saya. Dan ternyata, kejenuhan saya memang jadi hilang, saya larut dalam lamunan saya tanpa terganggu kejenuhan. Emosi saya kembali stabil.
Seketika saya ingat film cina yang pernah saya tonton, dan juga pengalaman bermeditasi (waktu pelajaran agama budha), semedi umumnya dilakukan dengan posisi tubuh simetri secara horisontal.
Lalu saya diam, lama sekali. Sambil sesekali menyeruput kopi, yang tadinya panas, dan menghisap lalu menghembuskan sekepul nafas rokok. Dalam hitungan ketiga: satu, dua dan tiga, kepala saya terasa sedikit lebih berat, saya masuk ke dalam alam bawah sadar saya jauh lebih dalam, jauh lebih lelap dari sebelumnya.
------------
Simetri secara horisontal.
Lalu dengan gabungan sadar-tidak sadar saya coba mempersempit pembahasan ‘mahluk’ menjadi ‘manusia’. Hubungan horisontal antar manusia. Manusia dengan manuhara, eh maaf, manusia dengan manusia. Karena manuhara bukan manusia. Baiklah kita pertegas kembali: hubungan manusia dengan manusia.
Hubungan antar manusia dapat kita lihat dalam lingkungan sosial kita sehari-hari. Sifat simetri, secara subyektif, dapat kita rasakan melalui penilaian kita terhadap orang lain di sekitar kita seakan orang lain itu adalah bayangan diri kita sendiri pada cermin.
Antar mahluk memiliki hubungan horisontal, dan saya kaitkan saja hubungan ini dengan sifat simetri horisontal tadi. Lalu saya dapatlah simpulan logis yang menyatakan bahwa sesama mahluk memiliki hubungan kesetaraan dan satu sama lain merupakan penjelmaan bayangan diri dari subyek yang mengamati. Lalu saya kembali ke referensi buku yang saya baca: simetri ini menunjukkan kondisi seimbang.
Bayangin kita hendak mukul bayangan kita di cermin, ternyata tangan kita sakit karena mukul kaca. Sifat reflektif-simetri itu juga yang bisa kita rasakan ke lingkungan kita. Bayangin tiap kita mau mukul orang, orang itu adalah bayangan kita di kaca, dan saat kita pukul dia maka kita juga ngerasa sakit.
Sekali lagi, orang lain adalah refleksi dari diri kita.
Ahhh, ijinkan saya kembali dari lamunan saya. Dalam hitungan ketiga: satu, dua dan tiga, saya kembali dari alam bawah sadar saya. Tepuk tangan saya akan mengembalikan ingatan saya pada realita di depan saya yang sedang mengetik keyboard sambil memelototi layar monitor.
------------
Penghilangan nyawa manusia, kalo dikaitkan sama lamunan saya tadi, berarti juga menghilangkan bayangan kita sendiri di cermin. Ingat bahwa konsep refleksi bayangan di cermin tadi kita ambil dari konsep kondisi simetri pada tubuh, dimana saya ambil contoh bahu yang sama tinggi. Penghilangan nyawa bisa diibaratkan sebagai orang yang menghilangkan salah satu bahunya. Cacat.
Oke, sekarang ini kita jelas tidak berada dalam keseimbangan. Jika semua manusia Indonesia adalah setubuh (jangan mesum, baca: satu tubuh), maka tubuh Indonesia tidak sedang berada pada kondisi simetrisnya, yang juga menunjukkan ketidakseimbangan emosi Indonesia.
Kita kembali lagi ke gambaran awal sekali tadi, bahwa kondisi emosi mempengaruhi gestur tubuh dan juga sebaliknya, gestur tubuh mempengaruhi emosi.
Saat ini kita udah nyadar bahwa Indonesia sedang tidak seimbang secara emosi, kita tau ada non-simetri pada tubuh Indonesia. Ayolah kita seimbangkan kembali emosi Indonesia dengan mensimetriskan tubuh Indonesia.
Tubuh yang simetris.
Simetris-reflektif diri dan bayangan diri pada cermin.
Aku dan kamu. Aku dan bayangan diriku.
Apa yang kurasakan pada kamu adalah apa yang kamu rasakan pada aku.
Apa yang kulihat pada kamu adalah apa yang kamu lihat pada aku.
Apa yang kulihat dan kurasakan pada manusia2 di sekitarku adalah apa yang manusia2 di sekitarku rasakan pada aku.
Simetris. Reflektif.
..
0 komentar:
Posting Komentar