Save My Soul adalah nama album musik ketiga Padi. Album ini diluncurkan pada tanggal 18 Juni 2003.
Dalam lagu Sesuatu Yang Tertunda, Padi berduet dengan musikus pujaan mereka, Iwan Fals. Selain Iwan Fals, kolaborator lainnya yang terdapat dalam album ini termasuk musisi Australia yang merupakan pemain saksofon, Robert Burke dan pianis Kiernan Box, Adjie Rao (perkusi), dan penyanyi Astrid Sartiasari.
Daftar lagu: Ketakjuban, Hitam, Rapuh, Di Atas Bumi Kita Berpijak, Cahaya Mata, Menanti Keajaiban, Menjadi Bijak, Sesuatu Yang Tertunda, Patah, Repihan Hati
-----------------
cerita ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan album dan lagu Padi di atas.
sesosok mahluk berkepala campuran antara naga, serigala, manusia dan bertanduk seperti domba serta berkaki seperti sapi keluar dari sarangnya setelah lama tertidur pulas. sambil membawa celurit dia berjalan berkeliling mengitari sebuah desa.
matanya nanar menatapi penuh kelaparan. tidak sesosok manusia pun yang ada di sana yang dapat dia pergunakan sebagai hidangan pembuka menuju sebuah kekuasaan mutlak akan desa yang bertanah subur, berumput hijau, berpohon rindang, berudara sejuk, berawan putih, berlangit cerah itu.
dengan geram mahluk ini menggunakan celurit yang dibawanya untuk menebas sebuah pohon yang paling besar dan kokoh, seketika ambruklah pohon itu dengan sayatan sangat halus yang menandakan kekuatan dan ketajaman celurit yang dibawanya serta akurasi tebasan yang dilakukannya.
berdebam pohon itu menyentuh tanah dan membangunkan seorang pemuda berkepala gundul, berbadan tegap. dengan hanya bercelana dalam, celana panjang dan bersepatu boot pemuda itu langsung lompat keluar dari tempatnya beristirahat dan mencari sumber getaran suara yang membangunkannya itu. terkejutlah ia ketika melihat sosok mahluk bertubuh campur campur tersebut.
"hah, dia datang lagi??? aku telah membuatnya lumpuh beberapa tahun yang lalu!!!" pikir si pemuda.
seolah mendengar pikiran si pemuda, mahluk campur campur itu memandang dengan meremehkan dan terpancar ekspresi marah pada wajahnya. tanpa banyak cakap mahluk tersebut langsung mengayunkan celuritnya ke arah pemuda. si pemuda kaget dengan serangan mendadak itu dan langsung lari menuju rumahnya mengambil kayu berbentuk kerucut tidak sempurna yang pada bagian lebarnya tertancap paku-paku yang sebagian telah teroksidasi.
pemuda itu langsung membalas serangan mahluk campur campur dan terjadilah pertarungan sengit antara mereka.
di tengah pertarungan mereka, segumpal awan putih terbentuk di antara mereka. awan putih ini segera berubah menjadi sejenis fluida yang meliuk-liuk dengan lima percabangan yang masing-masing memiliki ujung yang tajam. fluida ini terus bergerak meliuk seolah menghindari persentuhan antara dirinya dengan kedua sosok yang sedang bertarung. sampai akhirnya mahluk campur campur dengan sigap menggenggam salah satu pangkal percabangan fluida tersebut dan menariknya kuat-kuat sampai sang fluida berhenti bergerak. si pemuda pun tidak tinggal diam, dia segera meraih pangkal salah satu percabangan yang lain dan menariknya dengan kuat.
terjadilah perebutan fluida antara mereka. fluida yang sudah tidak bergerak seakan pasrah menerima perebutan akan dirinya. pada tiap tarikan yang terjadi padanya, energinya tereksitasi menuju pusat energi dari mahluk yang menariknya sehingga kedua sosok yang sedang bertarung ini sama-sama menjadi jauh lebih kuat, sebaliknya dengan fluida yang semakin melemah.
di tengah pertarungan itu, seorang tetua desa mengamati dari jauh pada jarak aman dan tidak terlihat. sang tetua segera menyadari bahwa fluida tersebut adalah jiwa desa. sebuah esensi akan eksistensi desa tersebut bagi seluruh penduduk desa yang konon beraneka ragam warna dan karakternya. kepada siapa pun yang fluida tersebut dimenangkan, keadaan desa akan berubah tidak seimbang, karena bagaimanapun fluida tersebut adalah jiwa yang selama ini menyeimbangkan seluruh perbedaan di desa itu. fluida itulah yang selama ini mendominasi segala bentuk kegiatan di sana.
melihat sengitnya pertarungan antara pemuda dan mahluk campur campur, sang tetua berusaha melihat peluang menang secara politis dengan cara menunggangi salah satu sosok tersebut, dengan mengirimkan tenaga dalamnya kepada salah satu sosok yang menurutnya lebih berpeluang menang, dan mengembalikan fluida kepada pemiliknya yang sah, yaitu seluruh warga desa.
berbagai kemungkinan dia gambarkan dalam benaknya dan setelah ratusan kemungkinan dia proses dalam pikirannya, dia melihat tidak ada peluang untuk menunggangi salah satu sosok. satu-satunya cara untuk mengembalikan fluida tersebut pada warga desa adalah dengan ikut bertarung di medan laga.
mengingat kondisi energinya telah terkuras dalam proses pemikiran-pemikirannya, tetua tidak akan mampu menahan gempuran dari dua sosok petarung yang makin lama makin kuat itu. selain itu secara emosi yang labil karena terkurasnya energi tersebut, sang tetua akan terpengaruh dengan kekuatan fluida tersebut yang memberi hasrat kekuasaan pada pemiliknya, sehingga tetap akan menciptakan ketidakseimbangan pada kehidupan desa tersebut.
di tengah putus asanya sang tetua hanya bisa berbisik, " save the soul... " yang dihaturkan kepada semesta alam dengan penuh harapan bahwa hukum alam akan memberikan keseimbangan pada sistem desa itu.
baca selengkapnya..